Menu

Mode Gelap
Masyarakat adat Tiyuh Langan Ratu akan gelar Aksi Damai di Kantor Gubernur Lampung, perjuangkan Tanah Adatnya. Viral di TikTok, Siswi SD N 1 Margakaya merenggut nyawa usai jatuh dari Tebing 10 meter pada kegiatan Sekolah, Guru diduga Lalai. Buat Bangga Orang Tua, Farras Ulinnuha Lulus Jadi Dokter Termuda Pengurus PEKAT IB Tanggamus Yang Baru Dikukuhkan: Novianti ketua DPW Pekat IB Lampung Tegaskan Tidak Ada Dualisme Kepemimpinan Dibawah Naungannya. DPD PEKAT IB Pringsewu, Hadiri Pembekalan dan Pemberdayaan Ormas Sebagai Bentuk Dukungan dan Apresiasi : Kejari Pringsewu Berikan Bantuan Kepada Atlet Taekwondo Macan Sewu

Pendidikan

Viral di TikTok, Siswi SD N 1 Margakaya merenggut nyawa usai jatuh dari Tebing 10 meter pada kegiatan Sekolah, Guru diduga Lalai.

Avatarbadge-check


					Viral di TikTok, Siswi SD N 1 Margakaya merenggut nyawa usai jatuh dari Tebing 10 meter pada kegiatan Sekolah, Guru diduga Lalai. Perbesar

PRINGSEWU – Viral di media sosial, ungkapan duka sekaligus kemarahan seorang ibu di Kabupaten Pringsewu atas meninggalnya putri mereka yang masih berusia 12 tahun. Korban, yang biasa dipanggil Zie, meninggal dunia sehari setelah mengikuti kegiatan pramuka yang digelar pihak sekolah, SDN 1 Margakaya.
Peristiwa nahas itu terjadi pada 22 November 2025 sekira pukul 10.00 WIB. Saat kegiatan berlangsung, korban terjatuh dari lereng tebing sebuah bukit setinggi hampir sepuluh meter, yang lokasinya hanya beberapa ratus meter dari lingkungan sekolah.
Kepala Sekolah SDN 1 Margakaya, Lesma Erlina, membenarkan ada kegiatan di tanggal tersebut, yaitu kegiatan Pramuka di luar kelas dengan mencari tanaman herbal. Ada enam guru pembina dalam kegiatan tersebut.
“Ya, di tanggal 22 itu ada kegiatan Pramuka keliling ke belakang sekolah sana untuk mencari tanaman herbal, dan ndilalahnya Zie itu jatuh terpleset. Karena kita lihat ada lecet di kaki dan bibir, kita bawa ke klinik. Kita panggil neneknya, dan di sana Zie kami tanya mau diinfus atau pulang ke rumah, Zie jawab pulang aja, Buk,” ungkap Lesma Erlina.
Saat ditanya lebih mendetail terkait persisnya kejadian tersebut, salah satu guru bernama Sri Handayani menyela dengan mengatakan, “Kalau kejadiannya seperti apa kami tidak tahu, entah kepleset atau jatuh seperti apa, ketimbang kami salah ngomong,” ujar Sri Handayani.
Informasi yang beredar menyebut kegiatan yang diikuti puluhan siswa tersebut hanya diawasi enam guru pembimbing. Minimnya pengawasan dinilai membuat kondisi siswa sulit terpantau, terlebih kegiatan dilakukan di area perbukitan yang rawan bagi anak-anak seusia mereka.
“Jadi kejadian itu bukan di pos dua, tapi sebelah sananya lagi, nggak kelihatan, itu muter jalannya, jadi jatuhnya jauh disanya, dan jauh dari pantauan” ungkap Edi Susanto, pembina kegiatan tersebut saat dikonfirmasi awak media (11/12/2025).
Pernyataan tersebut menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan, bahkan mengesankan dugaan bahwa siswa dibiarkan bergerak tanpa kontrol di wilayah yang berbahaya. Pengakuan itu sekaligus menegaskan betapa seriusnya kelalaian pihak pembina, yang membiarkan anak-anak beraktivitas di lokasi rawan tanpa pengawasan memadai, hingga tragedi tak terhindarkan.
Ibu korban, Nia, mengatakan bahwa dirinya sudah berulang kali memperingatkan sekolah agar Zie tidak diikutsertakan dalam kegiatan luar kelas, termasuk kegiatan pramuka, karena kondisi kesehatan putrinya yang kerap tidak stabil.
“Saya sudah bilang berulang kali, tolong anak saya jangan ikut kegiatan di luar. Tapi kok masih saja diikutkan,” ujar Nia.
Ia juga mengungkap bahwa seorang guru yang menerima pesannya justru melempar tanggung jawab.
“Yang dititipi dan tahu kondisi Zie itu saya, tapi saya masih ada kegiatan di PGRI, jadi pas kegiatan itu saya tidak ada,” kilah Sri Handayani, guru yang dititipi ibu Zie agar Zie tidak diikutkan dalam kegiatan pramuka.
Kesaksian siswa lain turut menguatkan dugaan kelalaian. Dua teman satu regu Zie mengaku telah melaporkan kondisi korban kepada salah satu guru selama kegiatan pramuka berlangsung.
“Kami sudah bilang Zie jatuh, tapi gurunya cuma bilang ‘sebentar’ dan tetap menulis nilai di bukunya,” kata seorang siswa kepada saksi lainnya.
Laporan baru ditindaklanjuti setelah disampaikan kepada guru lain, sehingga terkesan lamban dalam kondisi yang urgent dan darurat itu.
Keluarga semakin kecewa karena pihak sekolah dinilai tidak terbuka mengenai kondisi Zie saat pertama kali diperiksa di sebuah klinik kesehatan. Mereka hanya diberi penjelasan bahwa Zie “terpleset karena lemas”.
“Kami datang ke klinik, tapi tidak diberi penjelasan apa pun. Hanya dibilang anak kami lemas dan tidak sarapan. Tidak ada kejujuran soal apa yang sebenarnya terjadi,” tegas nenek Zie yang dipanggil guru saat Zie dibawa ke klinik.
Sehari setelah kejadian, kondisi Zie semakin memburuk hingga pingsan di rumah. Keluarga mengaku mencoba menghubungi guru untuk meminta penjelasan, namun tidak mendapatkan respons.
“Kami telepon guru untuk minta kejelasan, tapi tidak ada satu pun yang jawab. Seolah-olah mereka menghindar,” ujar Nia.
Zie akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Husada, namun nyawanya tidak dapat diselamatkan. Kabar meninggalnya Zie memicu gelombang reaksi publik. Banyak yang menilai keterbukaan sejak awal bisa membuka peluang penanganan medis yang lebih cepat.
“Kalau saja sekolah jujur sejak awal, pasti penanganannya bisa lebih cepat. Ini bukan insiden biasa,” tulis salah satu warganet.
Publik kini mendesak pihak sekolah, para pembina pramuka, hingga Dinas Pendidikan setempat untuk memberikan penjelasan terbuka dan bertanggung jawab. Keluarga korban berharap kasus ini tidak ditutup-tutupi dan menjadi pelajaran bagi semua pihak.
“Kami hanya ingin keadilan. Jangan ada lagi anak-anak yang jadi korban kelalaian. Kami ingin guru dan kepala sekolah yang dari awal tidak jujur ke kami agar disanksi tegas,” tegas Nia.
Peristiwa ini kembali menegaskan pentingnya standar keselamatan dalam setiap kegiatan sekolah. Sesuai UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik wajib menciptakan suasana belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan.
Keluarga hingga saat ini masih berkoordinasi dengan pihak PH untuk menentukan langkah penyelesaian dan langkah hukum selanjutnya.
“Kami masih dalam suasana duka yang mendalam. Pihak dinas datang malah tanya ‘Mbak Nia mau minta keadilan yang seperti apa?’ Ini sangat menyayat hati kami dan keluarga. Kami sudah koordinasi dengan PH untuk langkah selanjutnya,” tutup Nia. (MD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Masyarakat adat Tiyuh Langan Ratu akan gelar Aksi Damai di Kantor Gubernur Lampung, perjuangkan Tanah Adatnya.

15 Desember 2025 - 11:52 WIB

Buat Bangga Orang Tua, Farras Ulinnuha Lulus Jadi Dokter Termuda

6 Desember 2025 - 09:32 WIB

AMP & FOKAL dorong RDP dengan DPRD Benahi mekanisme Gajih RT, Jangan sampai pakai aturan salah RT nantinya bermasalah.

7 November 2025 - 06:29 WIB

‎AMP Kritik Pedas Kinerja Inspektorat Pesawaran, Ada Apa di Balik Itu Semua?

18 September 2025 - 09:46 WIB

Jawab Tuntutan Publik, Polres Pesawaran Percepat Tangani Kasus Penganiayaan Zahrial

17 September 2025 - 13:30 WIB

Trending di Berita

Mau Copas? Kreatif dong.