MataNasional.co.id, JAKARTA – Lulus kuliah diperguruan tinggi di usia muda memang menjadi kebanggaan bagi setiap orang tua. Pasalnya, orang tua mana yang tidak akan menangis terharu dan bangga melihat anaknya yang telah dewasa kerena telah lulus menjadi sarjana.
Demikian disampaikan oleh dr. Ulinnoha kepada media MataNasional.co.id belum lama ini. Menurutnya, selain menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang tua khususnya kami, berarti Farras juga telah menunjukkan kemandirian, kecerdasan, dan keberhasilan setiap anak dalam meraih impian pendidikan serta meringankan beban finansial, menjadi pencapaian membanggakan yang memperlihatkan kerja keras anak dan dukungan keluarga, serta membuka jalan untuk kesuksesan masa depannya.”Farras berhasil menjadi wisudawan termuda UGM lulusan S1 Kedokteran di usia 19 tahun 8 bulan 17 hari. Dan Farras menjadi pusat perhatian para wisudawan UGM jelang akhir tahun karena usianya yang tergolong masih muda,” katanya.


Menelisik catatan dari UGM, status wisudawan termuda ini berhasil disandang gadis asal Lampung ini karena usia rata-rata 1.729 lulusan program sarjana adalah 22 tahun 6 bulan 15 hari. Dan Farras Ulinnuha tercatat sebagai lulusan paling muda diantara rekan-rekan sejawatnya. Sedikit menelusuri catatan awal mula Farras mengenyam awal pendidikan. Dimana Farras masuk SD lebih cepat dari teman-temannya. Bahkan ia ikut ujian nasional masuk SMP ketika ia masih duduk dibangku kelas 5 SD. Kemudian ia lulus dan lanjut ke tingkat SMP 3 tahun, dan kemudian saat SMA ia hanya menyelesaikan 2 tahun setelah itu lanjut mendaftarkan diri ke perguruan tinggi UGM dan lulus menjadi wisudawan termuda.
Sementara itu, disela kebahagian ini Farras Ulinnuha mengaku, saat memasuki jenjang perkuliahan di usia 16 tahun bukan hal yang mudah. Dan ini membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, budaya belajar yang berbeda, serta dinamika pertemanan dengan mahasiswa yang mayoritas lebih tua. Meski begitu, saya merasa beruntung karena lingkungan kedokteran UGM cukup inklusif dan membuatnya cepat menyesuaikan diri.“Di awal kuliah, penyesuaian berjalan tidak selalu mulus, tetapi perlahan saya menemukan ritme yang tepat dan akhirnya bisa lulus dengan predikat termuda,” katanya.
Memasuki dunia kampus, Farras mencoba membangun keseimbangan dengan aktif berorganisasi di lingkungan fakultas. Ia bergabung dengan organisasi Asian Medical Students Association (AMSA) dan Center for Indonesian Medical Students Activities (CIMSA), ruang yang memberinya kesempatan mempelajari hal baru di luar kelas tanpa tekanan. Dirinya juga bercerita saat mengikuti preklinik dan belajar anatomi, ia dan temannya mendapat kesempatan masuk ke ruang operasi bersama seorang dokter ortopedi yang mengajar mereka.“Itu momen paling berharga. Saya kagum sekali, baru awal-awal kuliah, terus bisa lihat langsung bagaimana ruang Operasi Kecil bekerja,” kenangnya.
Farras berharap, ilmu dan perjalanan panjang yang telah di dapat menjadi penyemangat bagi mahasiswa lain. Dan saya percaya bahwa keberhasilan tidak selalu datang dari kecepatan, melainkan dari konsistensi, profesionalitas dan keyakinan pada proses diri sendiri.” Di usia yang masih sangat muda ini, saya berhasil menutup babak panjang pendidikan sarjananya dengan membawa harapan besar untuk masa depan dan rencana kembali mengabdikan diri di tanah kelahiran untuk kepentingan umum,” pungkasnya. (pan)














