Pesawaran, Nusantaraupdate.com — Forum Komunikasi Anak Lampung (FOKAL) menduga kuat adanya praktik penyelewengan dalam pengelolaan retribusi pasar di Kabupaten Pesawaran. Meski belum ada data resmi capaian tahun 2024, data target retribusi tahun 2023 sebesar Rp969 juta dijadikan acuan awal dalam menganalisis dugaan tersebut.
Ketua FOKAL, Abzari Zahroni, dalam keterangannya kepada media menyampaikan bahwa terdapat indikasi kebijakan yang diambil oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pesawaran justru berpotensi merugikan pendapatan asli daerah (PAD), dan membuka celah penyalahgunaan kewenangan.

“Kami menemukan perbedaan antara tarif retribusi yang diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2023 dengan praktik di lapangan. Misalnya, retribusi pelayanan pasar yang seharusnya ditarik secara bulanan dengan nominal antara Rp75.000 hingga Rp200.000, justru dipungut secara harian sebesar Rp2.500. Ini jelas tidak sesuai regulasi,” ujar Abzari, Kamis Siang, (17/07/2025).
Ia menambahkan, alasan bahwa penarikan retribusi dilakukan secara kondisional akibat penolakan pedagang, seharusnya tidak menjadi pembenaran untuk melanggar ketentuan perda. “Kalau alasan penolakan kemudian Disperindag menurunkan tarif seenaknya, bagaimana nasib PAD kita? Bisa saja dilaporkan Rp50.000, sementara ditarik Rp100.000 dan sisanya masuk kantong pribadi,” ungkapnya.
Lebih jauh, FOKAL juga menyoroti persoalan pengelolaan pasar tradisional desa yang tidak masuk dalam struktur resmi UPTD. Berdasarkan Perbup No. 39 Tahun 2022, Disperindag membawahi lima UPTD Pasar. Namun, ditemukan adanya SK tahun 2018 yang diperbaharui pada 2020, yang memberikan kewenangan kepada pengelola pasar desa untuk memungut dan melaporkan retribusi.
“Pengelola pasar desa mengaku menyetor dana ke rekening pribadi seseorang sebesar Rp150 ribu per bulan, bahkan juga ada setoran Rp.8 juta hingga Rp10 juta per tahun, yang katanya untuk disetor ke dinas. Tapi faktanya, dana tersebut tidak masuk ke kas daerah,” tegas Abzari.
Yang membuat masalah ini semakin janggal, Kepala Dinas Perindag saat ini mengaku tidak mengetahui keberadaan SK pengelolaan pasar tersebut. “SK itu dikeluarkan oleh dinas, bukan pribadi. Jadi meskipun pejabatnya berganti, SK tetap sah dan harus diketahui. Aneh jika kepala dinas tidak tahu adanya SK penting semacam itu,” sambungnya.
FOKAL memastikan bahwa semua indikasi pelanggaran dan dugaan penyimpangan ini akan dilaporkan secara resmi ke Aparat Penegak Hukum (APH) agar dilakukan investigasi menyeluruh dan transparan.
“Kami berharap APH bisa mengungkap aliran dana retribusi pasar yang selama ini tidak jelas ke mana arahnya. Pemerintah daerah harus serius mengevaluasi sistem dan menindak oknum yang bermain demi kepentingan pribadi,” tutup Abzari.










