Oleh: Madin Asyaif – Pengamat Kebijakan Publik
Bandar Lampung – Mata Nasional – Kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung yang akan menghapus pungutan uang komite di seluruh satuan pendidikan tingkat SMA, SMK, dan SLB negeri patut diapresiasi sebagai langkah keberpihakan terhadap masyarakat. Rencana ini akan diperkuat melalui revisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 61 Tahun 2020, yang akan mulai berlaku pada tahun ajaran 2025/2026.

Namun di balik niat baik ini, muncul pertanyaan mendasar yang perlu segera dijawab oleh pemerintah: bagaimana posisi sekolah swasta dalam kebijakan ini? Apakah larangan ini juga diberlakukan pada mereka?
Pernyataan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Amirico, yang menegaskan bahwa “tidak ada lagi pungutan uang komite dari orang tua siswa” perlu dijelaskan secara spesifik menyangkut cakupan kebijakan. Frasa “seluruh satuan pendidikan” bisa menimbulkan tafsir ganda. Bila yang dimaksud adalah seluruh satuan pendidikan negeri, maka sebutkan secara eksplisit agar tidak menimbulkan kegaduhan atau kebingungan, khususnya di kalangan pengelola dan orang tua siswa sekolah swasta.
Sekolah Swasta Bukan Tanggung Jawab Fiskal Negara
Perlu dipahami bersama, sekolah swasta — baik yang dikelola yayasan maupun organisasi masyarakat — sebagian besar tidak dibiayai oleh negara, terutama dalam hal operasional, pembangunan fisik, maupun kebutuhan teknis lainnya. Mereka menggantungkan hidup pada iuran peserta didik, sumbangan masyarakat, dan kadang bantuan pemerintah yang sifatnya tidak rutin.
Jika pemerintah hendak melarang sekolah swasta memungut iuran atau uang komite tanpa memberikan skema pendanaan yang pasti dan setara, maka ini akan menjadi kebijakan yang kontraproduktif dan tidak adil.
“Jika sekolah swasta juga dilarang menetapkan sumbangan, lalu bagaimana mereka bertahan? Apakah pemerintah siap mengucurkan dana operasional sebagaimana ke sekolah negeri? Kalau iya, maka harus ada aturan yang mengikat dan sistem pendistribusian yang jelas,” tegas Madin Asyaif, pengamat kebijakan publik.
Perlunya Regulasi Tambahan untuk Sekolah Swasta
Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan polemik di kemudian hari, Pemprov Lampung perlu membuat regulasi turunan atau pasal khusus yang mengatur posisi sekolah swasta. Apakah mereka tetap diperbolehkan memungut sumbangan dengan mekanisme tertentu? Atau justru akan ikut dibiayai oleh APBD dan BOS seperti sekolah negeri?
Jika larangan diterapkan menyeluruh tanpa membedakan sumber pendanaan dan status sekolah, maka yang dikhawatirkan adalah munculnya persepsi bahwa semua bentuk pungutan adalah ilegal — padahal dalam konteks sekolah swasta, pungutan adalah sumber utama keberlangsungan lembaga pendidikan tersebut.
Penutup: Klarifikasi adalah Kunci
Pemerintah Provinsi Lampung perlu segera mengklarifikasi cakupan dan batasan dari kebijakan ini secara terbuka, detail, dan tertulis. Jangan sampai niat baik menghapus beban orang tua justru menimbulkan disinformasi dan ketidakpastian hukum yang merugikan pihak sekolah swasta dan peserta didik di dalamnya.
Jika memang kebijakan hanya berlaku untuk sekolah negeri, maka sebutkan secara jelas. Namun jika ingin meluas ke swasta, maka siapkan regulasi pendukung, skema pendanaan, serta pengawasan agar kebijakan tersebut adil, realistis, dan tidak mengorbankan mutu pendidikan.














